Pendidikan
Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa
penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam secara
komprehensif. Agar penganutnya memikul amanat dan yang dikehendaki
Allah, pendidikan Islam harus dimaknai secara rinci, karena itu
keberadaan referensi atau sumber pendidikan Islam harus merupakan sumber
utama Islam itu sendiri, yaitu al-Qur.an dan al-Sunnah.
Surat
al-Hujurat ayat 11-13 memiliki makna yang luas dan mendalam, membahas
tentang akhlak sesama kaum Muslim khususnya. Ayat ini dapat dijadikan
pedoman agar terciptanya sebuah kehidupan yang harmonis, tentram dan
damai. Sebagai makhluk sosial setiap manusia tentu tidak ingin haknya
tergganggu. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya bagaimana memahami
agar hak (kehormatan diri) setiap orang tidak tergganggu sehingga
tercipta kehidupan masyarakat harmonis.
Seperti yang telah penulis
jelaskan pada bab sebelumnya bahwa surat al- Hujurat ayat 11-13 ini
merupakan di antara sekian banyak surat yang membicarakan nilai-nilai
pendidikan akhlak. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Menjunjung Kehormatan Kaum Muslimin
Pendidikan menjujung kehormatan kaum Muslimin terdapat dalam firman-Nya:
"Janganlah
suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka
(diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok); dan
jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) terhadap wanita-wanita
lain, boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka
(mengolokolokkan); dan janganlah kamu mengejek dirimu sendiri, dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar buruk.
(QS Al-Hujurat [49]: 11)
Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak hanya memerintahkan untuk
menjunjung kehormatan/nama baik kaum Muslimin. Akan tetapi dijelaskan
pula cara menjaga nama baik/menjunjung kehormatan kaum Muslimin
tersebut.
Seorang Muslim mempunyai hak atas saudaranya sesama
Muslim, bahkan dia mempunyai hak yang bermacam-macam, hal ini telah
banyak dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam banyak tempat. .Mengingat
bahwa orang Muslim terhadap muslim lainnya adalah bersaudara, bagaikan
satu tubuh yang bila salah satu anggotanya mengaduh sakit maka sekujur
tubuhnya akan merasakan demam dan tidak bisa tidur . Oleh karena itu,
sangatlah rasional apabila sesama Muslim harus menjaga kehormatan orang
lain dan saling menolong (dalam hal kebaikan) apabila ada saudaranya
yang membutuhkan bantuan.
Seseorang yang mengolok-olok saudaranya,
menghina diri sendiri dan memberikan panggilan yang buruk berarti ia
telah merendahkan orang tersebut dan sekaligus tidak menjunjung
kehormatan kaum Muslimin. Sedangkan menjunjung kehormatan kaum Muslimin
merupakan kewajiban setiap umat. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan
dalam sebuah sabda Nabi Muhammad SAW.
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال :
قل رسول الله صلّى الله عليه و سلّم : المسلم اخو المسلم لا يخونه
ولايكذبه ولا يخدله كلّ المسلم عل المسلم حرام عرضه و ماله ودامه التقوى
ههنا بحسب امرئ من الشرّ ان يحقر اخاه المسلم ( رواه الترمذى وقال : حديث
حسن )
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata,
Rasulallah SAW bersabda, .Sesama Muslim adalah bersaudara. Sesama Muslim
tidak boleh menghianati, mendustai, dan menghinakannya. Sesama Muslim
haram mengganggu kehormatan, harta, dan darahnya. Takwa itu ada di sini
(sambil menunjuk dadanya). Seseorang cukup dianggap jahat apabila ia
menghina saudaranya yang Muslim. ( Diriwayatkan Timidzi dan ia
berkata, .Hadis ini Hasan )
Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa mengolok-olok orang lain adalah
haram
hukumnya, siapa saja yang melakukannya maka ia akan mendapat dosa yang
setimpal atas kesalahannya tersebut. Sikap mengolok-olok timbul karena
adanya anggapan bahwa dirinya merasa lebih baik dari pada orang lain,
dan menilai seseorang hanya berdasarkan lahirnya saja. Padahal ada
kemungkinan seseorang yang tampak mengerjakan amal kebaikan, sementara
di dalam hatinya nampak sifat yang tercela, sebaliknya ada kemungkinan
seseorang yang kelihatan melakukan yang perbuatan yang buruk padahal
Allah SWT melihat dalam hatinya ada penyesalan yang besar serta
mendorong dirinya untuk segera bertaubat atas dosa yang pernah
dilakukannya. Maka dari itu, amal yang nampak dari luar hanyalah
merupakan tanda-tanda saja yang menimbulkan sangkaan yang kuat, tetapi
belum sampai kepada tingkat meyakinkan.
Islam telah menjaga
kehormatan setiap orang dari perkataan yang tidak disukainya dan
disebutkan, baik orang itu hadir atau ketika dia tidak ada, meskipun
pernyataan itu sesuai kenyataan. Maka bagaimana lagi jika perkataan itu
mengada-ngada dan tidak ada dasarnya? Dengan demikian, perkataan itu
merupakan kesalahan besar dan dosa besar.
Jenis pelanggaran yang
paling berat terhadap kehormatan ialah menuduh wanita wanita mukminah
yang senantiasa menjaga kehormatannya dengan tuduhan melakukan perbuatan
keji. Karena tuduhan tersebut akan membawa bahaya besar kalau mereka
mendengarnya dan didengar pula oleh keluarganya, juga akan membahayakan
masa depan wanita tersebut. Lebih-lebih kalau hal itu didengar oleh
orang-orang yang suka menyebarluaskan kejahatan di tengahtengah kaum
mukminin .
Terkait dengan tajassus dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bersabda:
عن
ابن عبّاس رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله و سلّم "من تسمّع
حديث قوم وهم لهم كارهون صبّ اذنيه الأ نك يوم القيمة" يعنى الرّصاص ( راوه
البخارى )
Dari Ibnu Abbas, ra., ia berkata: .Siapa saja yang
mendengarkan perkataan suatu kau, padahal mereka membenci dia, maka akan
dialirkan kepada dua kupingnya cairan timah kelak di hari kiamat. (
HR Bukhari )
Apabila ia menyebarkan pembicaraan itu tanpa
sepengetahuan mereka untuk menimbulkan mudhorot terhadapnya, maka di
samping dosa mengintip ia telah menambah dosa lain dengan masuknya ke
dalam golongan orang yang disebutkan dalam hadits Nabi SAW:
عن عمّام
بن الحارث قال : كنّا جلوسا مع خذيفة فى المسجد فجاء رجل, حتّى جلس
الينا.فقيل لخذيفة : انّ هذا يرفع الى السلطن اشياء, فقال خذيفة :ارادة عن
يسمعه, سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلّم يقول : لا يدخل الجنّة قتّات (
رواه ال مسلم )
Dari Hammam bin harits, ia berkata, kami sedang
duduk bersama Khudzaifah di masjid, kemudian datang seseorang lalu duduk
di samping kami, dikatakan kepada Khudzaifah, hal ini disampaikan
kepada raja, Khudzaifah berkata, akau ingin mendengar Rasulallah SAW,
Rasulallah SAW bersabda, Tidak masuk syurga tukang adu domba (penyebar
fitnah) . ( HR Muslim )
.
Adapun ghibah adalah menyebut seorang
Muslim dengan sesuatu yang ada padanya dan itu tidak disukainya, baik
cacat di badannya, agama, dunia, akhlak dan sifat kejadiannya. Bentuknya
bermacam-macam antara lain, dengan menyebut .aibnya, atau meniru
tingkah lakunya dengan maksud mengejek.
Seseorang yang hadir di
tempat yang sedang melakukan ghibah wajib mengingkari kemungkaran itu
dan membela saudaranya yang dipergunjingkan, karena Nabi SAW telah
menorong melakukan yang demikian dalam sabadanya:
عن هبى الدرداء رضى الله عنه عن النبى صلى اللهعليه و سلّم "من ردّ عن عرض اخيه بالغيب ردّ الله عن وجهه النّار يوم القيمة
( رواه الترمذى و حسنه )
.Siapa
yang menonlak (mempertahankan) kehormatan saudaranya, maka Allah akan
menghalangi wajah orang itu dari sengatan neraka pada hari kiamat . (HR
Turmudzi dan ia menghasankannya )
Setiap orang wajib membela kehormatan dirinya, apabila hak kehormatan
terganggu
ia wajib mempertahankan sesuai kemampuannya masing-masing. Islam telah
menjaga kehormatan setiap orang dari perkataan yang tidak disukainya dan
disebutkan ketika dia tidak ada, meskipun perkataan itu sesuai
kenyataan. Dengan demikian perbuatan ini merupakan kesalahan dan dosa
besar7. Adapun langkah strategis yang dapat dilakukan seseorang untuk
menjunjung kehormatan kaum Muslimin adalah dengan cara:
1. Tidak mengolok-olok.
2. Tidak mencela dirinya sendiri.
3. Tidak memberikan panggilan yang tidak disenanginya.
2. Nilai Pendidikan Taubat
Pendidikan taubat ini terdapat dalam firman-Nya yang berbunyi:
وَ مَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَاِحًا فَاِنَّه يَتٌوْبُ اِلَى اللهِ مَتَابًا
Dan
orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amalan saleh maka
sesungguhnya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang
sebenar-benarnya. ( QS. Al-Furqan : 71 )
Taubat bearti penyesalan
atau menyesal karena telah melakukan suatu kesalahan dengan jalan
berjanji sepenuh hati tidak akan lagi melakukan dosa atau kesalahan yang
sama dan kembali kepada Allah Azza wa Jalla. Taubat adalah awal atau
permulaan di dalam hidup seseorang yang telah memantapkan diri untuk
berjalan di jalan Allah (suluk). Taubat merupakan akar, modal atau pokok
pangkal bagi orang-orang yang berhasil meraih kemenangan .
Seseorang
yang telah berbuat dosa atau kesalahan sudah menjadi kewajiban baginya
agar segera kembali (taubat) kepada Allah SWT, sehingga ia tidak
bergelimang secara terus menerus dalam jurang kemaksiatan, yang akan
membuatnya semakin jauh dari rahmat Allah SWT. Dengan kembali kepada
Allah SWT diharapkan ia menjadi orang yang semakin dekat dengan sang
khaliq.
Taubat haruslah dilakukan baik ketika seseorang itu, berbuat
dosa besar maupun kecil. Karena dosa kecil yang dilakukan secara terus
menerus dan tidak segera diimbangi dengan taubat kepada Allah SWT, maka
dosa atau kesalahan tersebut akan menumpuk menjadi dosa yang besar.
Taubat itu merupakan kata yang mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk
direalisasikan. Untuk mengetahui apakah seseorang itu telah benar-benar
bertaubat atau belum, dapat dilihat dari ucapan, sikap dan tingkah laku
orang tersebut setelah dirinya menyatakan bertaubat. Jika ia benar-benar
bertaubat maka harus ada perubahan dalam hal-hal tersebut menuju ke
arah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang
berbunyi:
Sesungguhnya
Taubat di sisi Allah hanyalah Taubat bagi orang-orang yang mengerjakan
kejahatan lantaran kejahilan[277], yang Kemudian mereka bertaubat dengan
segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.( QS. An-Nisa' (4) 17 )
Syarat-syarat taubat:
Para ulama mengemukakan ada beberapa persyaratan bagi diterimanya taubat:
1.
Adanya penyesalan karena telah melakukan dosa. Bahkan Rasulallah
sendiri menganggap penyesalan adalah sebagai bentuk dari taubat itu
sendiri. Seperti dalam sabdanya; penyesalan adalah taubat.
2.
Melakukan langkah kongkrit untuk melepaskan diri dari perbuatan dosa,
seperti menghindari dari segala sesuatu yang dapat menyeretnya kembali
kepada perbuatan dosa.
3. Memiliki keinginan kuat untuk tidak
mengulangi perbuatan dosa pada kesempatan yang lain. Orang yang
benar-benar bertaubat tidak mungkin melakukan kesalahan yang sama.
4.
Mengembalikan hak-hak orang lain yang pernah dirampasnya, sebagai
bentuk pertaubatan. Jika hak orang lain yang pernah dirampasnya masih
ada, dan memungkinkan untuk dikembalikan maka ia harus mengembalikannya.
Namun jika tidak, maka ia harus meminta kerelaannya.
5. Adanya perubahan nyata dalam ucapan dan perbuatan seseorang yang menyatakan bertaubat, dari yang tercela menuju yang terpuji.
Menurut Ibnu Qayyim untuk mengetahui apakah taubat seseorang diterima atau tidak dapat dilihat pada hal-hal berikut ini:
1. Seorang hamba lebih baik dari pada sebelumnya.
2.
Hamba yang bertaubat terus diselimuti rasa takut terhadap dosanya dan
tidak pernah merasa aman dari siksa Allah sekejap matapun.
3. Terbebasnya hati dari ikatan dosa tersebut, karena penyesalan dan rasa takutnya.
4.
Di antara tuntutan taubat yang benar adalah adanya kelembutan hati yang
khusus, yang tidak serupa dengan kelembutan yang manapun, kelembutan
hati orang yang bertaubat dengan kelembutan yang sempurna, meliputi
segala sisinya, sehingga menyebabkan dirinya tertunduk di hadapan Allah
dalam kedaan pasrah dan penuh kekhusyuan. Orang-orang yang melakukan
taubat dengan sungguh-sungguh, kemudian Allah SWT menerima taubatnya
maka orang tersebut diibaratkan seperti orang yang tidak berdosa.
2. Nilai Pendidikan Husnudh dhan (Positif Thinking)
Larangan berburuk sangka terdapat dalam firman-Nya yang berbunyi:
• •
Berburuk
sangka merupakan akhlak tercela dan pelakunya akan mendapat dosa, oleh
karenanya harus ditinggalkan. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
berfikir positif khususnya bagi orang yang berkpribadian mulia. Dengan
demikian husnudhdhan (positif thinking) haruslah dibiasakan agar kita
menjadi pribadi yang unggul. Rasulallah SAW dalam sebuah sabdanya
menegaskan bahwa umat Muslim harus menjauhi sifat buruk sangka yang
tidak memiliki dasar yang bisa dipertanggungjawabkan.
حديث ابى هريرة
رضى الله عنه انّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم :ايّاكم و الظنّ فانّ
الظنّ اكذب الحديث ولا تحسّسوا ولا تجسّسوا ولا تناجسّسوا ولا تحاسدوا ولا
تباغضوا ولا تدابروا وكونوا عباد الله اخوانا
( اخرجه البخارى فى كتاب الأدب )
Abu
Hurairah r.a. berkata, Rasulallah SAW. bersabda, berhati-hatilah kalian
dari buruk sangka sebab buruk sangka itu sedusta-dusta cerita (berita;
Janganlah menyelidiki; jangan memata-matai (mengamati) hal orang lain,
jangan hasut-menghasut; jangan benci-membenci, dan saling membelakangi.
Jadilah kalian ini sebagai hamba Allah itu saudara. ( HR Bukhari )
Buruk
sangka adalah menyangka seseorang berbuat kejelekan atau menganggap
jelek tanpa adanya sebab-sebab yang jelas yang memperkuat sangkaannya.
Buruk sangka seperti dinyatakan dalam hadits di atas sebagai
sedusta-dustanya perkataan. Orang yang telah berburuk sangka terhadap
orang lain berarti telah menganggap jelek kepadanya padahal ia tidak
memiliki dasar sama sekali. Buruk sangka akan mengganggu hubungannya
dengan orang yang dituduh jelek, padahal orang tersebut belum tentu
sejelek persangkaannya.
Buruk sangka dalam masalah akidah adalah
haram hukumnya. Oleh karena itu, tidak benar jika keimanan kepada Allah
SWT hanya berdasarkan dugaan semata. Bila dicermati salah satu penyebab
orang-orang terdahulu tersesat adalah karena mereka tidak yakin dengan
keimanan kepada Allah SWT.
3. Pendidikan Ta’aruf (Saling Mengenal)
Pendidikan ta’aruf ini terdapat dalam firman-Nya:
••
•
•
Maha suci Dzat yang
telah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, padahal
pada awalnya manusia berasal dari sumber yang sama yaitu Adam dan Hawa.
Dengan kekuasaan dan kehendaknya terlahir manusia yang berbeda ras dan
warna kulit, dan sudah menjadi sunah-Nya bahwa segala yang diciptakannya
tidak sia-sia. Perbedaan semua itu adalah agar semua manusia satu sama
lain melakukan ta.aruf (saling mengenal). Karena pada dasarnya manusia
tidak bisa hidup tanpa bermasyarakat dan bantuan orang lain. Dengan
ta.aruf pula rasa saling menyayangi akan timbul di antara sesama.
Ayat
tersebut semakin menegaskan bahwa diciptakannya manusia
berbangsabangsa, bersuku-suku adalah untuk saling mengenal, bekerja sama
(dalam kebaikan) sekaligus menafikan sifat kesombongan dan
berbangga-bangga yang disebabkan oleh bedanya nasab (keturunan). .Ayat
ini juga dapat dipahami bahwa diciptakannya manusia untuk mengenal
Tuhannya .
Untuk menciptakan masyarakat yang harmonis tidak cukup
hanya dengan ta.aruf (saling mengenal), akan tetapi harus dibina dan
dipupuk dengan subur melalui upaya yang dapat membuat hubungan di antara
manusia dapat bertahan lama. Upaya ini dikenal dengan istilah
silaturrahim. Silaturrahim artinya menyambungkan tali persaudaraan.
Silaturrahim merupakan ajaran yang harus senantiasa dipupuk agar bisa
tumbuh dengan subur. Selain itu, silaturrahim memiliki nilai yang luas
dan mendalam, yang tidak hanya sekedar menyambungkan tali persaudaraan,
lebih daripada itu, silaturrahim juga bias dijadikan sebagai sarana
untuk mempermudah datangnya sebuah rezeki. Hal ini sesuai dengan sabda
Nabi yang berbunyi:
حديث انس ابن مالك رضى الله عنه قال : سمعت رسول
الله صلى الله عليه و سلّم يقول : منسرّه ان يبسط له رزقه و ان ينساله فى
اتره فليصل رحمه
( اخرجه البخارى فى كتاب البيوع )
Anas bin
Malik r.a berkata, Saya telah mendengar Rasulallah SAW bersabda, .Siapa
yang ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan umurnya, hendaklah ia
menyambung hubungan famili (kerabat) . ( HR Bukhari )
Hadits di
atas kalau dicermati dengan seksama sangatlah logis, orang yang selalu
bersilaturrahim tentunya akan memiliki banyak teman relasi, sedangkan
relasi merupakan salah satu faktor yang akan menunjang kesuksesan
seseorang dalam berusaha/berbisnis. Selain itu dengan banyak teman, akan
memperbanyak saudara dan berarti pula telah berusaha meningkatkan
ketakwaan kepada Allah SWT, hal ini karena telah melaksanakan salah satu
perintahnya yang menyambungkan tali silaturrahim.
Silaturrahim
merupakan sifat terpuji yang harus senantiasa dibiasakan, karena
memiliki banyak manfaat. Menurut al-Faqih abu Laits Samarqandi seperti
dikutip Rahmat Syafi.i keuntungan bersilaturrahim ada sepuluh, yaitu:
1. Memperoleh ridha Allah SWT karena Dia yang memerintahkannya.
2. Membuat gembira orang lain.
3. Menyebabkan pelakunya menjadi disukai malaikat.
4. Mendatangkan pujian kaum Muslimin padanya.
5. Membuat marah iblis.
6. Memanjangkan usia.
7. Menambah barakah rezekinya.
8. Membuat senang kaum kerabat yang telah meninggal, karena mereka
9.
senang jika anak cucunya selalu bersilaturrahim,Memupuk rasa kasih
sayang di antara keluarga/famili sehingga timbul semangat saling
membantu ketika berhajat.
10. Menambah pahala sesudah pelakunya meninggal karena ia akan selalu dikenang, dan didoakan karena kebaikannya .
Apalagi
bila mereka menyadari bahwa mereka yang memutuskan silaturrahim,
diancam tidak akan mendapatkan kebahagiaan kelak di akhirat, yaitu
mereka tidak masuk surga. Rasulallah SAW bersabda:
عن ابى محمّد جبير
بن مطعم رضى الله عنه انّ رسول الله صلى الله عليه و سلّم قال : لا يدخل
الجنّة قاطع, قال سفيان : و فى رواية : يعنى قاطع الرّحم ( متفق عليه )
Dari
Abu Muhammad (Jubair) bin Muth.in ra., bahwa Rasulallah SAW bersabda,
tidak akan masuk surga orang yang pemutus (hubungan famili). Abu Sufyan
berkata, .yakni pemutus hubungan famili (silaturrahim).
( HR Bukhari dan Muslim )
Menurut
Imam Nawawi, persengketaan harus diakhiri pada hari ketiga, tidak boleh
lebih. Menurut sebagaian ulama, di antara sebab Islam membolehkan
adanya persengketaan selama tiga hari karena dalam jiwa manusia terdapat
amarah dan akhlak jelek yang tidak dapat dikuasainya ketika bertengkar
atau dalam keadaan marah. Waktu tiga hari diharapkan akan menghilangkan
perasaan tersebut.
4. Nilai Pendidikan Egaliter (Persamaan Derajat)
Pendidikan persamaan derajat ini terdapat dalam firman-Nya:
• •
Ketakwaan
merupakan tolok ukur untuk membedakakan apakah derajat seseorang itu
mulia atau tidak. Tolok ukur yang digunakan manusia selama ini seperti
melimpahnya materi dan kedudukan bukanlah tolok ukur yang sebenarnya.
Dengan demikian, kedudukan manusia itu semuanya sama, kecuali taqwanya.
Salah satu sendi ajaran Islam yang paling agung adalah prinsip persamaan
hak yang telah disyariatkan bagi umat manusia. Semua manusia sama dalam
pandangan Islam. Tidak ada perbedaan antara yang hitam dan yang putih,
antara kuning dan merah, kaya dan miskin raja dan rakyat, pemimpin dan
yang dipimpin. Oleh karenanya tidaklah tepat kalau di antara manusia
terjadi kesombongan disebabkan karena bedanya pangkat maupun
keturunannya. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling
bertaqwa dan yang paling banyak amal kebaikannya. Rasulallah SAW
menegaskan prinsip persamaan hak ini dan menerapkannya dalam kehidupan
bermasyarakat, seperti tercermin dalam sabdanya:
و حكى الثعلبى عن
ابن عبّاس رضى الله عنهما انّ سببها قول ثابت بن قيس لرجل لم يمسح مه عند
النّبى صلّى الله عليه و سلّم يا ابن فلانه فوبّخه النّبى صلّى الله عليه و
سلّم و قال له : انّك لاتفضل احدا الاّ فى الدّين و التّقوى" ذكره الواحدى
فى اسباب النزول بغير سند ( رواه الطبرانى )
Dikabarkan dari
Tsa.labi dari Ibnu Abbas r.a adapun sebab perkataan Tsabit bin Qais
kepada seseorang yang tidak melapangkan tempat duduk di sisi Nabi SAW,
hai fulan! Kemudian Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya Engkau tidak ada
kelebihan antara satu dengan lainnya kecuali dalam agama dan takwa. (
HR Thabrani )
Dengan demikian Islam dalam ajaran syariatnya,
mengukuhkan adanya penghormatan terhadap manusia, menjamin kebebasan
kehidupan dan hak asasi mereka, dan kedudukan mereka di hadapan hukum
adalah sama. Tidak ada ajaran untuk melebihkan satu dari yang lain di
hadapan hukum, kecuali dengan mengamalkan kebaikan dan meninggalkan
perbuatan dosa dan pelanggaran. Adapun bentuk dari pelaksanaan persamaan
hak itu antara lain ialah penerapan hukum bagi pelaku kejahatan tanpa
membeda-bedakan status sosial pelakunya.
Kalau dicermati lebih jauh,
bahwa salah satu penyebab kemunduran suatu bangsa adalah karena
penegakkan hukum belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik, dalam hal
ini sering kali orang dipandang berdasarkan status sosialnya. Rasulallah
SAW adalah pribadi yang paling tegas dalam menegakkan keadilan, hal ini
tercermin dari dari sebuah peristiwa ketika pada masa itu terjadi
sebuah pencurian, beliau mengatakan seandainya yang mencuri itu adalah
Fatimah maka akulah yang akan memotong tangannya. Oleh karena itu, jika
suatu bangsa mengharapkan negara yang makmur, aman dan sejahtera maka
salah satu cara yang perlu dilakukan adalah dengan menegakkan prinsip
keadilan, dan menghukumnya bagi yang melanggar peraturan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan semua orang adalah sama,
artinya siapa yang melakukan kesalahan maka baginya pantas mendapatkan
hukuman yang setimpal. Dengan tidak memandang latar belakang dan jabatan
yang disandangnya, karena hanya ketakwaan yang membedakan antara yang
satu dengan lainnya.